Bab I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gunung Kawi adalah sebuah gunung yang terletak di Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Di dalam Gunung Kawi terdapat bermacam-macam “wahana” yang
menarik. Maksud dari “wahana” di sini adalah tempat-tempat yang dianggap
memiliki peranan penting bagi setiap orang yang mempercayainya. Tempat-tempat
di dalam area Gunung Kawi dianggap dapat memberikan berkah tersendiri bagi
setiap orang yang mempercayainya sehingga orang-orang yang mengunjungi
tempat-tempat tersebut banyak yang melakukan ritual di sana. Tempat-tempat
tersebut adalah Ciam Si, Kuil dewi Kuan Im, dan Makam Eyang Jugo dan Eyang
Sujo. Di dalam tempat-tempat tersebut banyak yang melakukan ritual yang
menyebabkan ritual tersebut menjadi kebiasaan tersendiri bagi para pengunjung
Gunung Kawi. Ritual di sini bukan hanya ritual yang dilakukan oleh pengunjung
yang saat sekarang, namun turun-temurun dari leluhur hingga sampai saat ini
sehingga menjadi suatu budaya.
Budaya merupakan suatu warisan yang harus dilestarikan oleh siapa
saja yang memiliki hubungan yang dekat dengan budaya yang akan dilestarikan
tersebut. Di Gunung Kawi, banyak sekali orang-orang yang melakukan ritual di
area Ciam Si, Kuil Dewi Kuan Im, dan di pesarean (Makam Eyang Jugo dan Eyang
Sujo). Namun yang paling banyak pengunjungnya adalah Ciam Si dan Pesarean.
Pada saat malam jumat legi, Gunung kawi di datangi oleh banyak
pengunjung dari berbagai daerah dan berbaga etnis. Pengunjung dari berbagai
daerah bukan hanya dari Malang saja, namun juga dari Kediri, Kalimantan, dan
lain-lain. Untuk etnis yang datang adalah etnis Tionghoa, etnis Madura, dan
lain-lain. Dengan banyaknya pengunjung yang datang, semakin banyak motivasi dan
alasan yang mendasar yang dimiliki oleh pengunjung-pengunjung tersebut untuk
datang dalam area Gunung Kawi tersebut sehingga menarik untuk dikaji. Namun,
hal ini erat kaitannya dengan budaya dari leluhur yang mendasar untuk datang
dan melakukan serangkaian ritual yang berada di Gunung Kawi itu sendiri
sehingga patut untuk dilestarikan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan observasi yang berkaitan dengan pelestarian budaya dari leluhur dengan
melakukan serangkaian ritual yang berada dalam Gunung kawi tersebut sehingga
cakupan tersebut sangat menarik untuk dikaji secara mendalam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana cara melestarikan budaya leluhur di
Gunung Kawi?
2.
Apa alasan melestarikan budaya leluhur di
Gunung kawi?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui cara melestarikan budaya leluhur di
Gunung Kawi
2.
Mengetahui alasan melestarikan budaya leluhur
di Gunung Kawi.
BAB II
A.
Kajian
Teori
Budaya
Budaya secara
harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan
tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993).
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai
suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial,
seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia. Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar. Selain itu, budaya di sini
didefinisikan dengan suatu tradisi yang dilakukan secara turun-temurun oleh
satu atau lebih orang guna tradisi tersebut tetap ada/eksis.
Melestarikan dan Pelestarian
Melestarikan
adalah menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah atau membiarkan tetap
seperti keadaan semula atau mempertahankan kelangsungan (hidup). Selain itu
arti kata pelestarian adalah perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan.
Selain itu pelestarian adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Motivasi
Kata motivasi berasal daripada perkataan Bahasa Inggris "Motivation". Perkataan asalnya ialah "Motive" yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu / Bahasa Malaysia kepada Motif, yakni bermaksud tujuan. Di dalam surat kabar, kerap
pemberita menulis ayat "motif pembunuhan". Perkataan motif disini
boleh kita fahami sebagai sebab atau tujuan yang mendorong sesuatu pembunuhan itu
dilakukan.
Jadi, ringkasnya, oleh kerana perkataan
motivasi adalah bermaksud sebab, tujuan atau
pendorong, maka tujuan seseorang itulah sebenarnya yang menjadi penggerak utama baginya
berusaha keras mencapai atau mendapat apa juga yang diinginkannya
sama ada secara negatif atau positif. Motivasi adalah sesuatu yang menggerak dan mengarahkan tujuan seseorang dalam tindakan-tindakannya sama ada secara
negatif atau positif.
Teori
Motivasi Maslow
Teori
Maslow Maslow dalam Reksohadiprojo dan Handoko (1996), membagi kebutuhan manusia
sebagai berikut:
·
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan
fisiologis merupakan hirarki kebutuhan manusia yang paling dasar yang merupakan
kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan,minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.
·
Kebutuhan Rasa Aman
Apabila
kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua
yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan
akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungan
pekerjaannya dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
·
KebutuhanSosial
Jika
kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara minimal, maka akan
muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana
interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan
kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi
bersama dan sebagainya.
·
KebutuhanPenghargaan
Kebutuhan
ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi
seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektifitas
kerja seseorang.
·
Kebutuhan
Aktualisasi diri
Aktualisasi
diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi
diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari
seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang
dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan aktualisasi diri ada kecenderungan
potensinya yang meningkat karena orang mengaktualisasikan perilakunya.
Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan
tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya. Teori Maslow
mengasumsikan bahwa orang berkuasa memenuhi kebutuhan yang lebih pokok
(fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi
(perwujudan diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum kebutuhan yang lebih tinggi seperti perwujudan diri mulai mengembalikan
perilaku seseorang. Hal yang penting dalam pemikiran Maslow ini bahwa kebutuhan
yang telah dipenuhi memberi motivasi. Apabila seseorang memutuskan bahwa ia
menerima uang yang cukup untuk pekerjaan dari organisasi tempat ia bekerja,
maka uang tidak mempunyai daya intensitasnya lagi. Jadi bila suatu kebutuhan
mencapai puncaknya, kebutuhan itu akan berhenti menjadi motivasi utama dari
perilaku. Kemudian kebutuhan kedua mendominasi, tetapi walaupun kebutuhan telah
terpuaskan, kebutuhan itu masih mempengaruhi perilaku hanya intensitasnya yang
lebih kecil.
Kerangka Pemikiran
|
|
|
|
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penilitian
ini merupakan penelitian kualitatif dimana peneliti menggunakan metode
fenomenologi yang digunakan untuk menganalisis fenomena yang terjadi di Gunung
Kawi. Fenomena tersebut adalah banyaknya pengunjung yang melakukan ritual di
area pesarean dan Ciam Si. Selain itu, fenomenoologi juga digunakan untuk
mengupas secara mendalam apa motivasi pengunjung untuk melakukan serangkaian
ritual dalam rangka melestarikan kebudayaan di Gunung Kawi, baik itu ritual
Ciam Si atau Ziarah makam Eyang Jugo dan Eyang Sujo.
Tempat dan Waktu Penelitian
dalam
penelitian ini, tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah Gunung Kawi yang
berada di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Waktu yang digunakan sebagai waktu
penelitian adalah hari Kamis (malam jumat legi), tanggal 24 April 2012 sehingga
waktu ini sangat cocok untuk dilakukannya penelitian guna memperoleh banyaknya
data.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data observasi dan wawancara. Observasi adalah dengan sengaja dan
secara sistematis mengamati aktivitas perilaku orang lain sehingga mendapatkan
data dari observasi tersebut. Observasi yang digunakan adalah observasi
partisipan, yaitu peneliti terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh
observee. Peneliti menggunakan teknik untuk mengetahui perilaku yang nampak
dari observee sehingga peneliti dapat secara langsung merasakan apa saja yang
dilakukan observee.
Selain itu teknik pengumpulan data
yang digunakan selain observasi adalah teknik pengumpulan data wawancara.
Wawancara adalah metode yang mendasarkan diri pada laporan verbal dimana
terdapat hubungan langsung antara interviewer dan interviewee. Maksud dari
hubungan langsung disini adalah terjadinya proses tanya jawab antara interviwer
dan interviewee guna mendapatkan data yang lebih spesifik dari interviewee.
Dengan observasi dan wawancara,
peneliti mendapatkan data langsung dari subjek. Di sini peneliti mengobservasi
dan mewawancarai bagaimana subjek tersebut melestarikan kebudayaan yang
diturunkan oleh leluhurnya. Sehingga di sini peneliti mendapatkan data yang
kaya.
Teknik Analisis Data
Peneliti disini menggunakan teknik
analisis data coding, yaitu seluruh data yang didapatkan saat penelitian baik
itu dari observasi atau dari wawancara, di masukkan ke dalam 3 coding, yaitu
open coding, axial coding, dan selective coding. Coding-coding tersebut
merupakan teknik yang digunakan untuk mempermudah peneliti dalam membuat
analisis data. Dengan cara mengurai data menjadi bagian-bagian sehingga data
tersebut menjadi lebih mudah diurai.
Karakteristik Subjek
Subjek yang diteliti adalah seorang laki-laki yang memiliki
keturunan jawa dan Tionghoa yang berasal dari kota Kediri dan sedang duduk
santai melihat dan mendengar pengamen bernyanyi karena telah melakukan
serangkaian ritual Ciam Si dan ritual di pesarean. peneliti memilih subjek ini
karena subjek sendiri sangat santai dan terlihat ingin berbagi cerita tentang
dirinya.
BAB
IV
ANALISA
DAN PEMBAHASAN
Analisis Coding
a.
Open Coding
Ada tiga macam bentuk open coding dalam penelitian ini, yaitu :
·
Kategori
Kategori yang dipakai peneliti dalam
penelitian ini adalah melakukan serangkaian ritual yang berada di Ciam Si dan
di area pesarean.
·
Property
Dalam melakukan serangkaian ritual
yang berada di Ciam Si dan di area pesarean, property yang digunakan yaitu :
1.
Ciam Si : kumpulan bambu (bentuknya seperti
sumpit) dan kertas ramalan.
2.
Pesarean : bunga, daun pisang, sesajen, dan
tikar.
·
Dimensi
Dalam melakukan serangkaian ritual
yang berada di Ciamsi dan di area pesarean di Gunung Kawi, dimensinya adalah
ada sersangkaian ritual di tempat tersebut yang dilaksanakan dari malam sampai
pagi.
b.
Axial Coding
Axial coding
merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara
kategori-kategori yang dihasilkan oleh open coding. Dalam axial coding terdapat
enam prosedur, yaitu :
1.
Causal conditions (kondisi yang menjadi
penyebab)
Dalam penelitian ini kondisi yang
menjadi penyebab subjek melakukan serangkaian ritual adalah kepercayaan subjek
agar keinginan subjek terkabul. Selain itu, penyebabnya adalah motivasi dan
keinginan subjek untuk melestarikan budaya/tradisi dari leluhurnya.
2.
Central Phenomenon
Central phenomenon yang terjadi saat
peneliti melakukan penelitian adalah banyak orang pengunjung yang melakukan serangkaian
ritual di Gunung Kawi (Ciam Si dan tirakat di pesarean)
3.
Consequences
Konsekuensi yang terjadi setelah
pengunjung melakukan serangkaian ritual di area gunung Kawi (Ciam Si dan
Pesarean) adalah keinginan yang diinginkan terkabul, selain itu, tradisi/budaya
dari leluhur yang diwariskan tetap ada dan eksis.
4.
Strategies
Strategi yang dilakukan oleh pengunjung
dalam menerapkan serangkaian ritual baik itu Ciam Si atau tirakat di Pesarean
bahwa setiap malam Jumat legi selalu pergi ke Gunung Kawi untuk melakukan
serangkaian ritual tersebut dan mengikuti serangkaian ritual itu sendiri di
area Gunung Kawi (Ciam Si dan tirakat di Pesarean). untuk yang di pesarean
adalah mengitari pesarean dalam jumlah yang ganjil dan nyekar ke makam Eyang
Jugo dan eyang Sujo.
5.
Context
Context di sini adalah suatu situasi
yang mempengaruhi terjadinya aksi. Situasi yang mempengaruhi aksi di sini
adalah karena tidak ingin menghilangkan kebudayaan atau tradisi yang diwarisi
oleh leluhurnya agar tetap ada dan eksis. Selain itu agar ketidakmampuan atau
kesulitan hidup dapat menjadi lebih ringan juga menjadi suatu hal yang
mempengaruhi aksi yang dilakukan oleh ppengunjung.
6.
Intervening conditions
Dalam intervening conditions adalah adanya
faktor yang menghambat atau faktor yang mempermudah terjadinya suatu kejadian
atau aksi atau perilaku dari pengunjung. Di dalam intervening conditions ini
peneliti hanya menemukan hal yang mempermudah terjadinya suatu kejadian dan
aksi. Di sini hal yang mempermudah adalah tersedianya property yang digunakan
untuk serangkaian ritual yang ada di Gunung Kawi, yaitu tersedianya sesajen.
Selain itu adanya keinginan dan motivasi sangat mempermudah pengunjung dalam
melakukan serangkaian ritual tersebut.
c.
Selective Coding
Selective coding merupakan suatu gabungan dari coding-coding (open
coding dan axial coding) sebelumnya yang saling berkaitan sehingga membentuk
suatu paragraf yang berbentuk narative. Berikut adalah selective coding dari
penelitiian ini.
Di Gunung kawi, banyak sekali
orang-orang (pengunjung) yang melakukan tirakat di pesarean. setelah peneliti
mengobservasi dan mewawancarai seorang narasumber (subjek), peneliti
mendapatkan fakta bahwa itu adalah sebuah kepercayaan agar keinginannya
terkabul dan untuk meneruskan tradisi nenek moyang (leluhurnya). Penyebab
terjadinya semua itu adalah subjek tidak menginginkan apabila budaya tersebut
hilang dan agar tetap eksis untuk melestarkannya dan karena itu semua terdapat
faktor ketidakmampuan atau kesulitan hidup.
Setelah itu, ternyata hal tersebut
dilakukan agar tradisi dan budaya tetap ada (eksis) sehingga keinginannya juga
terkabul. Subjek memiliki strategi yaitu setiap malam Jumat legi pergi ke
Gunung Kawi dan melakukan serangkaian ritual dan tirakat yang ada. Hal tersebut
terjadi karena keinginan yang kuat atau karena motivasi yang kuat dan
ketersediaan property untuk serangkaian, seperti tersedianya sesajen.
Pembahasan Masalah
Pada bagian ini adalah pembahasan
yang ditujukan untuk menjawab seluruh rumusan masalah yang dibuat oleh
peneliti.
1.
Bagaimana cara melestarikan budaya leluhur di
Gunung Kawi?
Kita
mengetahui bahwa Gunung Kawi adalah tempat yang digunakan para pengunjung untuk
melaksanakan serangkaian ritual. Dalam hal ini, serangkaian ritual yang
dimaksud adalah ritual Ciam Si dan ritual tirakat di area pesarean. mengingat
bahwa subjek sangat termotivasi untuk melestarikan budaya yang dibawa oleh
leluhur, subjek sangat kidmad dalam mengikuti seluruh serangkaian ritual yang
disajikan di Gunung Kawi tersebut. Subjek mengatakan bahwa cara yang dilakukan
agar budaya tersebut tetap ada adalah dengan cara mengikuti seluruh serangkaian
ritual yang ada di Gunung kawi (Ciam si dan tirakat di Pesarean) dengan kidmad
dan datang ke Gunung Kawi setiap malam jumat legi.
Apabila
dikaitkan dengan teori motivasi kebutuhan Maslow, bahwa manusia akan mencapai
tingkat aktualisasi diri apabila manusia tersebut telah mendapatkan
kebutuhan-kebutuhan sebelumnya. Di sini aktualisasi diri adalah budaya yang
lestari atau tetap ada dan eksis. Sehingga subjek harus melakukan serangkaian
ritual guna mencapai aktualisasi diri tersebut. Kebutuhan yang pertama adalah
kebutuhan fisiologis, dimana subjek harus memenuhi kebutuhannya tersebut untuk
memiliki energi agar bisa sampai ke Gunung Kawi dan mengikuti serangkaian
ritual, seperti sandang dan pangan. Lalu kebutuhan yang kedua adalah kebutuhan
akan rasa aman, dimana subjek harus memiliki tekad yang kuat dan berani
mengambil resiko atas apa yang dia ambil. Subjek di sini harus meyakinkan diri
agar ia dapat merasa aman apabila melakukan serangkaian ritual tersebut.
Kemudian yang ketiga adalah kebutuhan sosial dimana dalam kebutuhan sosial ini
subjek memiliki ikatan khusus dengan orang-orang yang ada disekitarnya sehingga
ia dapat melakukan serangkaian ritual tersebut. Lalu yang keempat adalah
kebutuhan penghargaan, dimana dalam kebutuhan ini subjek mendapatkan
penghargaan atau amanah yang harus dijalankan untuk melestarikan budaya
tersebut. Dan yang terakhir adalah aktualisasi diri, dimana subjek telah
menjadi kesatuan yang utuh yang telah dapat melestarikan kebudayaan tersebut.
2.
Apa alasan melestarikan budaya leluhur di
Gunung kawi?
Alasan
yang mendasar bagi subjek untuk melestarikan kebudayaan tersebut adalah agar
kebudayaan leluhur tersebut tetap ada dan diwariskan turun-temurun. Hal itu
dapat dijelaskan bahwa subjek memandang bahwa kebudayaan tersebut wajib
dilestarikan karena apabila tidak dilestarikan, leluhurnya akan merasa sedih
mengapa yang diwarisi tidak menghargai apa yang telah diwarisi tersebut. Disini
subjek mengibaratkan, “apabila kalian memiliki agama (Islam), pasti kalian
ingin anak serta keturunan-keturunan kalian juga beragama Islam. Bayangkan
apabila keturunan kalian ada yang berbeda agama dengan kalian, bagaimana
perasaan kalian?” itulah alasan singkat namun bermakna subjek bagi kita semua.
BAB V
Kesimpulan
Gunung kawi adalah tempat di mana
pengunjung sering melakukan berbagai ritual yang ada di sana. Di dalam Gunung
Kawi terdapat bermacam-macam “wahana” yang menarik. Maksud dari “wahana” di
sini adalah tempat-tempat yang dianggap memiliki peranan penting bagi setiap
orang yang mempercayainya. Tempat-tempat di dalam area Gunung Kawi dianggap
dapat memberikan berkah tersendiri bagi setiap orang yang mempercayainya
sehingga orang-orang yang mengunjungi tempat-tempat tersebut banyak yang
melakukan ritual di sana.
Di antara sekian banyak orang, salah
satu subjek menyatakan bahwa budaya ini harus tetap dilestarikan dengan cara
melakukan serangkaian ritual yang ada di Gunung kawi dan pergi ke sana saat
malam Jumat legi. Motivasii itu adalah motivasi yang ditunjukkan oleh subjek
agar subje dapat beraktualisasi dengan kepuasannya melestarikan budaya dari
leluhurnya tersebut. Hal ini dapat di lihat dalam teori motivasi kebutuhan
Maslow bahwa subjek daat beraktualisasi apabila telah mendapatkan kebutuhan
lainnya seperti fisiologis, rasa aman, sosial, dan penghargaan.
Selain itu alasan yang mendasar bagi
subjek untuk melestarikan kebudayaan tersebut adalah kesedihan leluhur apabila
subjek tidak melestarikan kebudayaan tersebut. Di sini subjek mengibaratkannya
apabila kita yang merasakan apabila kita yang memiliki kebudayaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar